Minggu, 02 Oktober 2011

Kekerasan Mahasiswa

Kekerasan Dalam Orientasi Mahasiswa Harus Diakhiri

Sekali lagi dunia pendidikan tinggi Indonesia dicemari oleh hal ini. Media massa Indonesia kembali lagi memberitakan kematian seorang mahasiswa saat mengikuti kegiatan orientasi. Menurut sumber-sumber yang dikutip oleh media TV dan surat kabar, Wisnu, mahasiswa yang tewas, diduga mengalami kekerasan saat mengikuti kegiatan orientasi mahasiswa Dugaan ini mencuat karena dari foto-foto jenazah Wisnu, terlihat beberapa luka lebam yang diduga merupakan hasil benturan/pukulan benda tumpul. Kenapa masalah seperti in masih saja terus terjadi?


Permasalahan

Dari jaman saya belum menjadi mahasiswa hingga masa kini, orientasi mahasiswa jarang sekali bebas dari aksi kekerasan. Apakah orientasi ini ada di universitas negeri ataupun swasta, selalu saja ada kasus kekerasan terhadap mahasiswa baru yang dilakukan oleh mahasiswa senior. Yang lebih mengejutkan, tindakan kekerasan bukan cuma dilakukan oleh mahasiswa senior yang masih aktif di kampus tapi juga dilakukan oleh alumni kampus. Mengapa alumni kampus bisa terlibat di dalam kegiatan orientasi kampus. Apakah mereka tidak punya pekerjaan lain? Mengapa panitia orientasi tidak bisa tegas terhadaa keikutsertaan alumni dalam kegiatan orientasi?


Alasan

Kekerasan dalam kegiatan orientasi seringkali dilatarbelakangi oleh semangat “balas dendam” oleh mahasiswa senior tahun kedua yang dulu pernah “dikerasi” oleh abang/kakanya sewaktu mereka masih mahasiswa baru. Bagi mahasiswa SOK SENIOR ini, belum lengkap rasanya menjadi mahasiswa senior bila belum memarahi, membentak, mengerjai, atau memukuli mahasiswa baru. Oleh karena itu, pekan/bulan pertama mahasiswa baru mulai kuliah menjadi wadah bagi para mahasiswa “senior” untuk melampiaskan “dendam” lama mereka.


Selain oleh karena semangat “balas dendam”, mahasiswa senior melakukan tindakan kekerasan seperti memukuli (menyentil telinga, mendorong dahi (toyor), menarik rambut (jambak), menampar, menonjok, menendang) atau meneriaki (menyindir, mencemooh, meledek, memaki) sebagai alasan untuk membuat mahasiswa baru aka junior menghormati para mahasiswa senior. Para mahasiswa “senior” ini selalu berpandangan bahwa kekerasan adalah cara yang terbaik agar mahasiswa baru bersikap hormat (atau takut?) pada seniornya. Premis ini kemudian menjadi harga mati yang dipegang oleh para mahasiswa senior setiap kali mereka terlibat dalam kegiatan orientasi mahasiswa. Cih, menjijikan.


Solusi

Sebagai mantan mahasiswa, keterlibatan saya dalam kegiatan orientasi mahasiswa baru hanyalah sejauh menjadi juru dokumentasi i.e., fotografer. Saat teman-teman saya sibuk bersikap galak terhadap mahasiswa baru, saya malah asyik memotret kegiatan tersebut. Secara pribadi, saya tidak pernah setuju terhadap tindakan kekerasan dalam orientasi mahasiswa, yang mana menjadi alasan bagi saya untuk memilih posisi seksi dokumentasi. Pendapat tersebut dilandasi oleh kepercayaan saya terhadap fakta bahwa kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan. Kalaupun kekerasan tidak menciptakan kekerasan, pasti ada dendam atau benci. I’ve been there and, trust me, it is not pleasant for it will never bring you peace. Seandainya saya tidak mendapat posisi dokumentasi, maka saya tetap tidak akan terlibat dalam kepanitiaan. Untuk apa? Saya sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh teman-teman saya nantinya. Daripada terjadi perang batin, lebih baik saya tidak ikut sama sekali.


Untuk menghilangkan kekerasan dalam kegiatan orientasi mahasiswa, saya memberikan dua anjuran: hapuskan orientasi mahasiswa baru secara total atau pihak kampus dan fakultas terlibat langsung dalam kepanitiaan. Pilihan pertama jelas tidak mungkin karena orientasi kampus itu sendiri justru memiliki tujuan untuk memperkenalkan mahasiswa baru kepada kehidupan akedemik yang akan mereka hadapi nantinya. Karena itu, pilihan kedua jauh lebih baik. Bagaimana bila ada pihak mahasiswa tidak setuju? Lah, sewaktu mahasiswa diberi banyak kebebasan malah timbul kekerasan. Ternyata, mahasiswa “senior” ini hanya senior masa kuliahnya tapi tidak senior dalam kedewasaan pribadi dan cara berpikir. Lagipula, apabila terjadi kasus, bukan cuma mahasiswa “senior” yang akan terkena dampaknya tapi pihak kampus harus bertanggung jawab lantaran kasus itu terjadi di dalam areal kampus. Jadi, kalau pihak mahasiswa ingin tetap terlibat dalam orientasi kampus, pihak rektorat dan fakultas juga harus terlibat di dalam kepanitiaan. Masih tidak setuju juga? Heh, yang punya tempat siapa? Babe lu? Yang jadi Rektor siapa? Yang jadi Dekan siapa? Jangan tengil luh. Bokap lu boleh jadi pejabat, tapi yang bakal kena ciprat kalau ada kasus ya elu ama kampus, bukan bokap lu. MAHASISWA BEGO LU!!!


Terhadap keterlibatan alumni kampus, pihak rekorat ataupun fakultas HARUS menunjukan ketegasan. Yang namanya alumni itu adalah mantan mahasiswa. Jadi, keberadaan mereka di kampus adalah sebagai orang sipil, bukan lagi civitas academica. Karena itu, mereka tidak boleh ikut, baik sebagai panitia ataupun sebagai pemegang posisi lainnya, dalam acara orientasi. Keterilibatan alumni dalam acara orientasi berpotensi menimbulkan masalah besar lantaran status mereka yang sudah mandiri dapat membuat mereka melakukan hal-hal yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak kampus. Daripada kena getahnya, hanya mereka yang aktif di dalam kampus saja yang berhak terlibat dalam acara. Alumni ya hanya menjadi penonton saja. Jika mau lebih aman, Rektorat harus melarang alumni masuk dalam areal kampus selama acara orientasi berlangsung, ini pun bila memungkinkan.


Hapuskan kebiasaan berteriak-teriak terhadap mahasiswa baru selama acara orientasi berlangsung. Buang juga aksi lagak seram atau memukul terhadap mahasiswa baru dengan alasan untuk mendapatkan penghormatan. HEY ORANG BODOH!!! KEHORMATAN ITU HARUS DIRAIH, RESPECT MUST BE EARNED!!! Bagaimana cara meraih penghormatan dari mahasiswa baru? Ya, mulailah dengan menghormati keberadaan mereka dulu. Terima mereka dengan keramahana, tangan terbuka dan senyum lebar. Jika sikap mahasiswa senior baik, saya yakin sikap mahasiswa baru-pun juga akan baik. Kamu pikir, di jalan sana, orang akan hormat padamu kalau kamu berpura-pura galak. Jika itu yang kamu yakini, orang di luar tidak akan menghormatimu. Kalaupun ada yang hormat atau takut padamu, maka kedua hal tersebut adalah semu belaka. Begitu kamu memunggungi mereka, semua jari tengah teracung ke arahmu, FUCK YOU! Itukah yang kamu, para mahasiswa senior, harapkan dari rekan kuliahmu yang yunior? Lakukanlah hal-hal yang terhormat dalam hidupmu dan orang lain akan menghormatimu dengan sendirinya. Bagaimana jika masih ada mahasiswa baru yang masih tengil dan tidak hormat padamu? Hey, tujuan kamu kuliah di kampus kan untuk mengembangkan potensi akademik. Jadi, buat apa kamu pikirkan mengapa ada orang yang tidak hormat kepadamu di dalam kampus.


Yang terakhir, para mahasiswa lama harus punya keberanian untuk menghapuskan tradisi kekerasan dalam masa orientasi kampus. Lebih bagus lagi bila hal ini dimulai sendiri oleh pihak mahasiswa. Selama masih ada semangat membalas dendam, kekerasan dalam kegiatan orientasi mahasiswa baru akan selalu menjadi lingkaran setan, vicious circle, yang akan membelenggu para mahasiswa. Anda sudah menjadi korban kekerasan dalam acara orientasi kampus? Sekarang, adalah saat yang tepat untuk menghentikannya. Apakah itu berarti Anda menjadi korban yang terakhir dan tidak dapat giliran “balas dendam”? Ya, apa boleh buat. Perubahan hanya akan terjadi lewat perbuatan. Nothing will change if you never do anything. Bicara panjang lebar tidak akan menyelesaikan masalah. Aksi yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Beranilah untuk menjadi korban yang terakhir agar mahasiswa baru tidak lagi terbelenggu dalam lingkaran kekerasan yang sama. Berdamailah dengan masa lalu Anda agar generasi berikutnya bisa hidup dalam kedamaian yang Anda inginkan. Memang ini menuntut pengorbanan yang besar dari ego Anda, dan teman-teman Anda. Akan tetapi, hasil yang didapatkan di masa depan justru jauh lebih besar. It’s only a small sacrifice.


Penutup

Segelintir universitas di Indonesia kini sudah berani melakukan perubahan terhadap format acara orientasi mahasiswa baru di Indonesia. Universitas melakukannya dengan beberapa cara. Di almamater saya, Unika Atma Jaya, tahu 1999 menjadi tahun terakhir dimana mahasiswa masih memegang kendali penuh acara orientasi mahasiswa baru. Semejak tahun 2000, acara orientasi dipegang penuh, atau dengan sedikit keterlibatan mahasisa senior, oleh pihak kampus. Apabila ada aksi orientasi terhadap mahasiswa baru yang dilakukan oleh mahasiswa lama, ini cuma bisa terjadi lewat acara perkemahan yang dilakukan di luar kampus. Ini pun mendapat pengawasan dari pihak kampus dengan cara mengirimkan dosen pengawas. Dari segi keamanan, tindakan ini sangat benar dan baik. Cuma orang TOLOL saja yang berpikir keberadaan dosen pengawas dalam kegiatan orientasi kemahasiswaan di luar kampus sebagai gangguan. Selama masih pakai nama kampus dan melibatkan banyak mahasiswa baru, jelas Rektorat atau Fakultas berhak ikut campur dalam kegiatan tersebut.


Beberapa universitas yang dulu sering tersangkut dalam kasus tindakan kekerasan dalam masa orientasi mahasiswa baru juga sudah menghapuskan kegiatan tersebut. ISTN misalnya, menurut pengakuan mantan murid saya, sudah lama meniadakan acara Ospek sejak tahun 2000-an. Nah, bagaimana dengan kampus lain? Sudahkah kalian memiliki keberanian untuk melakukan hal yang sama. UI yang sudah berancang-ancang Go Internasional saja masih tetap terjerumus dalam acara Ospek kekanak-kanakan--mahasiswa baru harus membawa barang yang aneh-aneh, memakai dandanan yang aneh-aneh, dan masih harus menerima bentakan dan teriakan dari “senior”nya. Tidak perlu repot bicara panjang lebar. Banyak kan dosen UI yang sudah lulus dari universitas di luar negeri seperti Amerika Serikat dan Inggris. Tanyakan ini pada mereka, “Apakah Anda dulu diteriaki dan dibentak oleh oleh mahasiswa senior sewaktu kuliah di London, Oxford, Harvard, Yale, Georgetown dll?”, “Apakah dulu Anda diharuskan memakai dandanan aneh-aneh dan membawa barang-barang urakan pada hari pertama kuliah?”


sumber: http://todoeducare.posterous.com/kekerasan-dalam-orientasi-mahasiswa-harus-dia-0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar